Minggu, 27 Februari 2011

UU 34/2004 Tentang TNI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 34 TAHUN 2004
TENTANG
TENTARA NASIONAL INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a. bahwa tujuan nasional Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;

b. bahwa pertahanan negara adalah segala usaha untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman militer serta ancaman bersenjata terhadap keutuhan bangsa dan negara;
c. bahwa Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi keselamatan bangsa, menjalankan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang, serta ikut secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional;
d. bahwa Tentara Nasional Indonesia dibangun dan dikembangkan secara profesional sesuai kepentingan politik negara, mengacu pada nilai dan prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan ketentuan hukum internasional yang sudah diratifikasi, dengan dukungan anggaran belanja negara yang dikelola secara transparan dan akuntabel;
e. bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3368) dinilai tidak sesuai lagi dengan perubahan kelembagaan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menjadi Tentara Nasional Indonesia yang didorong oleh tuntutan reformasi dan demokrasi, perkembangan kesadaran hukum yang hidup dalam masyarakat sehingga undang-undang tersebut perlu diganti;
f. bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169) telah mengamanatkan dibentuknya peraturan perundang-undangan mengenai Tentara Nasional Indonesia;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, d, e, dan f perlu dibentuk Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 10, Pasal 11 ayat (1), Pasal 12, Pasal 20, Pasal 22 A, Pasal 27 ayat (3), dan Pasal 30 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169).




Dengan persetujuan bersama antara
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 
dan 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG TENTARA NASIONAL INDONESIA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Negara adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Warga Negara adalah warga negara Republik Indonesia.
3. Pemerintah adalah pemerintah Republik Indonesia.
4. Wilayah adalah seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan.
5. Pertahanan Negara adalah segala usaha untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan melindungi keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara, disusun dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.
6. Sistem Pertahanan Negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, berkesinambungan, dan berkelanjutan untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan melindungi keselamatan segenap bangsa dari setiap ancaman.
7. TNI adalah Tentara Nasional Indonesia.
8. Departemen Pertahanan adalah pelaksana fungsi pemerintah di bidang pertahanan negara.
9. Menteri Pertahanan adalah menteri yang bertanggungjawab di bidang pertahanan negara.
10. Panglima TNI yang selanjutnya disebut Panglima adalah perwira tinggi militer yang memimpin TNI.
11. Angkatan adalah Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
12. Kepala Staf Angkatan adalah Kepala Staf Angkatan Darat, Kepala Staf Angkatan Laut, dan Kepala Staf Angkatan Udara.
13. Prajurit adalah anggota TNI.
14. Dinas Keprajuritan adalah pengabdian seorang warga negara sebagai prajurit TNI.
15. Prajurit Sukarela adalah warga negara yang atas kemauan sendiri mengabdikan diri dalam dinas keprajuritan.
16. Prajurit Wajib adalah warga negara yang mengabdikan diri dalam dinas keprajuritan karena diwajibkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
17. Prajurit Siswa adalah warga negara yang sedang menjalani pendidikan pertama untuk menjadi prajurit.
18. Pendidikan Pertama adalah pendidikan untuk membentuk Prajurit Siswa menjadi anggota TNI yang ditempuh melalui pendidikan dasar keprajuritan.
19. Pendidikan Pembentukan adalah pendidikan untuk membentuk tamtama menjadi bintara atau bintara menjadi perwira yang ditempuh melalui pendidikan dasar golongan pangkat.
20. Militer adalah kekuatan angkatan perang dari suatu negara yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.
21. Tentara adalah warga negara yang dipersiapkan dan dipersenjatai untuk tugas-tugas pertahanan negara guna menghadapi ancaman militer maupun ancaman bersenjata.
22. Ancaman adalah setiap upaya dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai mengancam atau membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.
23. Ancaman Militer adalah ancaman yang dilakukan oleh militer suatu negara kepada negara lain.
24. Ancaman Bersenjata adalah ancaman yang datangnya dari gerakan kekuatan bersenjata.
25. Gerakan Bersenjata adalah gerakan sekelompok warga negara suatu negara yang bertindak melawan pemerintahan yang sah dengan melakukan perlawanan bersenjata.
BAB II 
JATI DIRI
Pasal 2
Jati diri Tentara Nasional Indonesia adalah:
a. Tentara Rakyat, yaitu tentara yang anggotanya berasal dari warga negara Indonesia;
b. Tentara Pejuang, yaitu tentara yang berjuang menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak mengenal menyerah dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya;
c. Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas demi kepentingan negara di atas kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan agama;
d. Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi.
BAB III 
KEDUDUKAN
Pasal 3
(1) Dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah Presiden.
(2) Dalam kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi, TNI di bawah koordinasi Departemen Pertahanan.
Pasal 4
(1) TNI terdiri atas TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara yang melaksanakan tugasnya secara matra atau gabungan di bawah pimpinan Panglima.
(2) Tiap-tiap angkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat.
BAB IV
PERAN, FUNGSI, DAN TUGAS
Bagian Kesatu
Peran
Pasal 5
TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.
Bagian Kedua
Fungsi
Pasal 6
(1) TNI, sebagai alat pertahanan negara, berfungsi sebagai:
a. penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa;
b. penindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan
c. pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan.
(2) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), TNI merupakan komponen utama sistem pertahanan negara.
Bagian Ketiga Tugas


Pasal 7
(1) Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
(2) Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. operasi militer untuk perang;
b. operasi militer selain perang, yaitu untuk:
1. mengatasi gerakan separatis bersenjata;
2. mengatasi pemberontakan bersenjata;
3. mengatasi aksi terorisme;
4. mengamankan wilayah perbatasan;
5. mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis;
6. melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri;
7. mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya;
8. memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta;
9. membantu tugas pemerintahan di daerah;
10. membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang;
11. membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia;
12. membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan;
13. membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue); serta
14. membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.
Pasal 8
Angkatan Darat bertugas:
a. melaksanakan tugas TNI matra darat di bidang pertahanan;
b. melaksanakan tugas TNI dalam menjaga keamanan wilayah perbatasan darat dengan negara lain;
c. melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra darat; dan
d. melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan di darat.
Pasal 9
Angkatan Laut bertugas:
a. melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan;
b. menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi;
c. melaksanakan tugas diplomasi Angkatan Laut dalam rangka mendukung kebijakan politik luar negeri yang ditetapkan oleh pemerintah;
d. melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra laut;
e. melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan laut.
Pasal 10
Angkatan Udara bertugas:
a. melaksanakan tugas TNI matra udara di bidang pertahanan;
b. menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah udara yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi;
c. melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra udara; serta
d. melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan udara.

BAB V
POSTUR DAN ORGANISASI
Bagian Kesatu
Postur
Pasal 11
(1) Postur TNI dibangun dan dipersiapkan sebagai bagian dari postur pertahanan negara untuk mengatasi setiap ancaman militer dan ancaman bersenjata.
(2) Postur TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibangun dan dipersiapkan sesuai dengan kebijakan pertahanan negara.
Bagian Kedua
Organisasi
Pasal 12
(1) Organisasi TNI terdiri atas Markas Besar TNI yang membawahkan Markas Besar TNI Angkatan Darat, Markas Besar TNI Angkatan Laut, dan Markas Besar TNI Angkatan Udara.
(2) Markas Besar TNI terdiri atas unsur pimpinan, unsur pembantu pimpinan, unsur pelayanan, badan pelaksana pusat, dan Komando Utama Operasi.
(3) Markas Besar Angkatan terdiri atas unsur pimpinan, unsur pembantu pimpinan, unsur pelayanan, badan pelaksana pusat, dan Komando Utama Pembinaan.
(4) Susunan organisasi TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Pasal 13
(1) TNI dipimpin oleh seorang Panglima.
(2) Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Pengangkatan dan pemberhentian Panglima dilakukan berdasarkan kepentingan organisasi TNI.
(4) Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.
(5) Untuk mengangkat Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Presiden mengusulkan satu orang calon Panglima untuk mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(6) Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap calon Panglima yang dipilih oleh Presiden, disampaikan paling lambat 20 (dua puluh) hari tidak termasuk masa reses, terhitung sejak permohonan persetujuan calon Panglima diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
(7) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6), Presiden mengusulkan satu orang calon lain sebagai pengganti.
(8) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat memberikan alasan tertulis yang menjelaskan ketidaksetujuannya.
(9) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dianggap telah menyetujui, selanjutnya Presiden berwenang mengangkat Panglima baru dan memberhentikan Panglima lama.
(10) Tata cara pengangkatan dan pemberhentian Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9), diatur lebih lanjut dengan keputusan Presiden.


Pasal 14
(1) Angkatan dipimpin oleh seorang Kepala Staf Angkatan dan berkedudukan di bawah Panglima serta bertanggung jawab kepada Panglima.
(2) Kepala Staf Angkatan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Panglima.
(3) Kepala Staf Angkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat dari Perwira Tinggi aktif dari angkatan yang bersangkutan dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier.
(4) Tata cara pengangkatan dan pemberhentian Kepala Staf Angkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan keputusan Presiden.
Pasal 15
Tugas dan kewajiban Panglima adalah:
1. memimpin TNI;
2. melaksanakan kebijakan pertahanan negara;
3. menyelenggarakan strategi militer dan melaksanakan operasi militer;
4. mengembangkan doktrin TNI;
5. menyelenggarakan penggunaan kekuatan TNI bagi kepentingan operasi militer;
6. menyelenggarakan pembinaan kekuatan TNI serta memelihara kesiagaan operasional;
7. memberikan pertimbangan kepada Menteri Pertahanan dalam hal penetapan kebijakan pertahanan negara;
8. memberikan pertimbangan kepada Menteri Pertahanan dalam hal penetapan kebijakan pemenuhan kebutuhan TNI dan komponen pertahanan lainnya;
9. memberikan pertimbangan kepada Menteri Pertahanan dalam menyusun dan melaksanakan perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan negara;
10. menggunakan komponen cadangan setelah dimobilisasi bagi kepentingan operasi militer;
11. menggunakan komponen pendukung yang telah disiapkan bagi kepentingan operasi militer; serta
12. melaksanakan tugas dan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
Tugas dan kewajiban Kepala Staf Angkatan adalah:
1. memimpin Angkatan dalam pembinaan kekuatan dan kesiapan operasional Angkatan;
2. membantu Panglima dalam menyusun kebijakan tentang pengembangan postur, doktrin, dan strategi serta operasi militer sesuai dengan matra masing-masing;
3. membantu Panglima dalam penggunaan komponen pertahanan negara sesuai dengan kebutuhan Angkatan; serta
4. melaksanakan tugas lain sesuai dengan matra masing-masing yang diberikan oleh Panglima.
BAB VI
PENGERAHAN DAN PENGGUNAAN KEKUATAN TNI
Bagian Kesatu
Pengerahan
Pasal 17
(1) Kewenangan dan tanggung jawab pengerahan kekuatan TNI berada pada Presiden.
(2) Dalam hal pengerahan kekuatan TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 18 (1) Dalam keadaan memaksa untuk menghadapi ancaman militer dan/atau ancaman bersenjata, Presiden dapat langsung mengerahkan kekuatan TNI. (2) Dalam hal pengerahan langsung kekuatan TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam waktu 2 X 24 jam terhitung sejak dikeluarkannya keputusan pengerahan kekuatan, Presiden harus melaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui pengerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Presiden harus menghentikan pengerahan kekuatan TNI tersebut.


Bagian Kedua
Penggunaan
Pasal 19
(1) Tanggung jawab penggunaan kekuatan TNI berada pada Panglima TNI.
(2) Dalam hal penggunaan kekuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Panglima bertanggung jawab kepada Presiden.
Pasal 20
(1) Penggunaan kekuatan TNI dalam rangka melaksanakan operasi militer untuk perang, dilakukan untuk kepentingan penyelenggaraan pertahanan negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Penggunaan kekuatan TNI dalam rangka melaksanakan operasi militer selain perang, dilakukan untuk kepentingan pertahanan negara dan/atau dalam rangka mendukung kepentingan nasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Penggunaan kekuatan TNI dalam rangka tugas perdamaian dunia dilakukan sesuai dengan kebijakan politik luar negeri Indonesia dan ketentuan hukum nasional.
BAB VII
PRAJURIT Bagian Kesatu
Ketentuan Dasar
Pasal 21
Prajurit adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang untuk mengabdikan diri dalam dinas keprajuritan.
Pasal 22
Prajurit terdiri atas Prajurit Sukarela dan Prajurit Wajib.
Pasal 23
(1) Prajurit Sukarela menjalani dinas keprajuritan dengan ikatan dinas.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
(1) Prajurit Wajib menjalani dinas keprajuritan berdasarkan ikatan dinas.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam undang-undang.
Pasal 25
(1) Prajurit adalah insan prajurit yang:
a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. bermoral dan tunduk pada hukum serta peraturan perundang-undangan;
d. berdisiplin serta taat kepada atasan; dan
e. bertanggung jawab dan melaksanakan kewajibannya sebagai tentara.
(2) Prajurit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diwajibkan mengucapkan Sumpah Prajurit.
Pasal 26
(1) Prajurit dikelompokkan dalam golongan kepangkatan perwira, bintara, dan tamtama.
(2) Golongan kepangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan keputusan Panglima.
Pasal 27
(1) Setiap prajurit diberi pangkat sebagai keabsahan wewenang dan tanggung jawab hierarki keprajuritan.
(2) Pangkat menurut sifatnya dibedakan sebagai berikut:
a. pangkat efektif diberikan kepada prajurit selama menjalani dinas keprajuritan dan membawa akibat administrasi penuh;
b. pangkat lokal diberikan untuk sementara kepada prajurit yang menjalankan tugas dan jabatan khusus yang sifatnya sementara, serta memerlukan pangkat yang lebih tinggi dari pangkat yang disandangnya, guna keabsahan pelaksanaan tugas jabatan tersebut dan tidak membawa akibat administrasi; dan
c. pangkat tituler diberikan untuk sementara kepada warga negara yang diperlukan dan bersedia menjalankan tugas jabatan keprajuritan tertentu di lingkungan TNI, berlaku selama masih memangku jabatan keprajuritan tersebut, serta membawa akibat administrasi terbatas.
(3) Susunan, sebutan, dan keselarasan pangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan keputusan Panglima.
Bagian Kedua Pengangkatan
Pasal 28
(1) Persyaratan umum untuk menjadi prajurit adalah:
a. warga negara Indonesia;
b. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d. pada saat dilantik menjadi prajurit berumur paling rendah 18 tahun;
e. tidak memiliki catatan kriminalitas yang dikeluarkan secara tertulis oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia;
f. sehat jasmani dan rohani;
g. tidak sedang kehilangan hak menjadi prajurit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
h. lulus pendidikan pertama untuk membentuk prajurit siswa menjadi anggota TNI; dan
i. persyaratan lain sesuai dengan keperluan.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan keputusan Menteri Pertahanan.
Pasal 29
(1) Pendidikan untuk pengangkatan prajurit terdiri atas pendidikan perwira, bintara, dan tamtama.
(2) Pelaksanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan keputusan Panglima.
Pasal 30
(1) Perwira dibentuk melalui:
a. pendidikan pertama perwira bagi yang berasal langsung dari masyarakat:
1. Akademi TNI, dengan masukan dari Sekolah Lanjutan Tingkat Atas; dan
2. Sekolah Perwira, dengan masukan dari Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau Perguruan Tinggi.
b. pendidikan pembentukan perwira yang berasal dari prajurit golongan bintara.
(2) Pendidikan perwira sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan keputusan Panglima.
Pasal 31
(1) Bintara dibentuk melalui:
a. pendidikan pertama bintara yang berasal langsung dari masyarakat; atau
b. pendidikan pembentukan bintara yang berasal dari prajurit golongan tamtama.
(2) Pendidikan bintara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan keputusan Panglima.
Pasal 32
(1) Tamtama dibentuk melalui pendidikan pertama tamtama yang langsung dari masyarakat.
(2) Pendidikan tamtama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan keputusan Panglima.
Pasal 33
(1) Perwira diangkat oleh Presiden atas usul Panglima.
(2) Bintara dan tamtama diangkat oleh Panglima.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 34
(1) Pelantikan menjadi prajurit dilaksanakan dengan mengucapkan Sumpah Prajurit.
(2) Pelantikan menjadi prajurit golongan perwira selain mengucapkan Sumpah Prajurit juga mengucapkan Sumpah Perwira.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pelantikan dan pengambilan sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan keputusan Panglima.
Pasal 35
Sumpah Prajurit adalah sebagai berikut: Demi Allah saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; bahwa saya akan tunduk kepada hukum dan memegang teguh disiplin keprajuritan; bahwa saya akan taat kepada atasan dengan tidak membantah perintah atau putusan; bahwa saya akan menjalankan segala kewajiban dengan penuh rasa tanggung jawab kepada tentara dan Negara Republik Indonesia; bahwa saya akan memegang segala rahasia tentara sekeras-kerasnya.
Pasal 36
Sumpah Perwira adalah sebagai berikut: Demi Allah saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan memenuhi kewajiban perwira dengan sebaik-baiknya terhadap bangsa Indonesia dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; bahwa saya akan menegakkan harkat dan martabat perwira serta menjunjung tinggi Sumpah Prajurit dan Sapta Marga; bahwa saya akan memimpin anak buah dengan memberi suri teladan, membangun karsa, serta menuntun pada jalan yang lurus dan benar; bahwa saya akan rela berkorban jiwa raga untuk membela nusa dan bangsa.
Bagian Ketiga
Kewajiban dan Larangan
Pasal 37
(1) Prajurit berkewajiban menjunjung tinggi kepercayaan yang diberikan oleh bangsa dan negara untuk melakukan usaha pembelaan negara sebagaimana termuat dalam Sumpah Prajurit.
(2) Untuk keamanan negara, setiap prajurit yang telah berakhir menjalani dinas keprajuritan atau prajurit siswa yang karena suatu hal tidak dilantik menjadi prajurit, wajib memegang teguh rahasia tentara walaupun yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat atau dengan tidak hormat.
Pasal 38
(1) Prajurit dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, berpedoman pada Kode Etik Prajurit dan Kode Etik Perwira.
(2) Ketentuan kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan keputusan Panglima.
Pasal 39
Prajurit dilarang terlibat dalam:
1. kegiatan menjadi anggota partai politik;
2. kegiatan politik praktis;
3. kegiatan bisnis; dan
4. kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilihan umum dan jabatan politis lainnya.

Bagian Keempat
Pembinaan
Pasal 40
(1) Setiap prajurit menggunakan pakaian seragam, atribut, perlengkapan, dan peralatan militer sesuai dengan tuntutan tugasnya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan keputusan Panglima.
Pasal 41
(1) Setiap prajurit memperoleh kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya melalui pendidikan dan penugasan, dengan mempertimbangkan kepentingan TNI serta memenuhi persyaratan yang ditentukan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan keputusan Panglima.
Pasal 42
(1) Setiap prajurit memperoleh kesempatan untuk mendapat kenaikan pangkat dan/atau jabatan berdasarkan prestasinya, sesuai dengan pola karier yang berlaku dengan mempertimbangkan kepentingan TNI dan memenuhi persyaratan yang ditentukan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan keputusan Panglima.
Pasal 43
(1) Kenaikan pangkat Kolonel dan Perwira Tinggi ditetapkan oleh Presiden atas usul Panglima.
(2) Kenaikan pangkat selain yang dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Panglima.
Pasal 44
(1) Prajurit yang mendapat tugas dengan pertaruhan jiwa raga secara langsung dan berjasa melampaui panggilan tugas dapat dianugerahi kenaikan pangkat luar biasa.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 45
Pengangkatan dan pemberhentian jabatan di dalam struktur TNI selain jabatan Panglima dan Kepala Staf Angkatan, diatur dengan keputusan Panglima.
Pasal 46
(1) Jabatan tertentu dalam struktur di lingkungan TNI dapat diduduki oleh pegawai negeri sipil.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan keputusan Panglima.
Pasal 47
(1) Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
(2)Prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
(3)Prajurit yang menduduki jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan atas permintaan pimpinan departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen serta tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen dimaksud.
(4)Pengangkatan dan pemberhentian jabatan bagi prajurit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen yang bersangkutan.
(5)Pembinaan karier prajurit yang menduduki jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Panglima bekerja sama dengan pimpinan departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen yang bersangkutan.
(6)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 48
Pemberhentian sementara dari jabatan dilakukan oleh pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan dalam jabatan tersebut, berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Bagian
Kelima Kesejahteraan
Pasal 49
Setiap prajurit TNI berhak memperoleh penghasilan yang layak dan dibiayai seluruhnya dari anggaran pertahanan negara yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara.
Pasal 50
(1) Prajurit dan prajurit siswa memperoleh kebutuhan dasar prajurit yang meliputi:
a. perlengkapan perseorangan dan
b. pakaian seragam dinas.
(2) Prajurit dan prajurit siswa memperoleh rawatan dan layanan kedinasan, yang meliputi:
a. penghasilan yang layak;
b. tunjangan keluarga;
c. perumahan/asrama/mess;
d. rawatan kesehatan;
e. pembinaan mental dan pelayanan keagamaan;
f. bantuan hukum;
g. asuransi kesehatan dan jiwa;
h. tunjangan hari tua; dan
i. asuransi penugasan operasi militer.
(3) Keluarga prajurit memperoleh rawatan kedinasan, yang meliputi:
a. rawatan kesehatan;
b. pembinaan mental dan pelayanan keagamaan;
c. bantuan hukum.
(4) Penghasilan layak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, diberikan secara rutin setiap bulan kepada prajurit aktif yang terdiri atas:
a. gaji pokok prajurit dan kenaikannya secara berkala sesuai dengan masa dinas;
b. tunjangan keluarga;
c. tunjangan operasi;
d. tunjangan jabatan;
e. tunjangan khusus; dan
f. uang lauk pauk atau natura.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 51
(1) Prajurit yang diberhentikan dengan hormat memperoleh rawatan dan layanan purnadinas.
(2) Rawatan dan layanan purnadinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi pensiun, tunjangan bersifat pensiun, tunjangan atau pesangon dan rawatan kesehatan.
(3)Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 52
Prajurit dan prajurit siswa berhak mendapatkan tanda jasa kenegaraan berdasarkan prestasi dan jasa-jasanya kepada negara, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam Pengakhiran
Pasal 53
Prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun bagi perwira, dan 53 (lima puluh tiga) tahun bagi bintara dan tamtama.
Pasal 54
Prajurit dapat diberhentikan dengan hormat atau dengan tidak hormat.
Pasal 55
(1) Prajurit diberhentikan dengan hormat dari dinas keprajuritan karena:
a. atas permintaan sendiri;
b. telah berakhirnya masa ikatan dinas;
c. menjalani masa pensiun;
d. tidak memenuhi persyaratan jasmani atau rohani;
e. gugur, tewas, atau meninggal dunia;
f. alih status menjadi pegawai negeri sipil;
g. menduduki jabatan yang menurut peraturan perundang-undangan, tidak dapat diduduki oleh seorang prajurit aktif; dan
h. berdasarkan pertimbangan khusus untuk kepentingan dinas.
(2) Prajurit yang telah memiliki masa dinas keprajuritan paling sedikit 20 (dua puluh) tahun, berdasarkan pertimbangan khusus sebagaimana diatur pada ayat (1) huruf h, dapat dipensiun dini dan kepadanya diberikan hak pensiun secara penuh.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 56
(1)Hak prajurit yang gugur atau tewas diberikan kepada ahli warisnya.
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 57
Hak prajurit yang menyandang cacat berat, cacat sedang, atau cacat ringan yang diakibatkan karena tugas operasi militer, atau bukan tugas operasi militer selama dalam dinas keprajuritan, diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 58
(1) Prajurit yang dalam melaksanakan tugas tidak kembali bergabung dengan kesatuannya sebagai akibat dari atau diduga diakibatkan oleh tindakan musuh atau di luar kekuasaannya, dinyatakan hilang dalam tugas, wajib terus dicari.
(2) Prajurit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila setelah 1 (satu) tahun tidak ada kepastian atas dirinya, diberhentikan dengan hormat dan kepada ahli warisnya diberikan hak sebagaimana hak prajurit yang gugur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Prajurit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang kemudian ditemukan kembali dan masih hidup, diangkat kembali sesuai dengan status sebelum dinyatakan hilang dan diberikan hak rawatan dinas penuh selama dinyatakan hilang, dengan memperhitungkan hak yang telah diterima ahli warisnya.
(4) Pernyataan hilang atau pembatalannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan keputusan Panglima.
Pasal 59
(1) Prajurit berpangkat kolonel dan perwira tinggi, diberhentikan dari dinas keprajuritan dengan keputusan Presiden.
(2) Pemberhentian selain yang dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Panglima.
Pasal 60
(1) Dalam menghadapi keadaan darurat militer dan keadaan perang, setiap Prajurit Sukarela dan Prajurit Wajib yang telah berakhir menjalani dinas keprajuritan dapat diwajibkan aktif kembali.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan undang-undang.
Pasal 61
(1) Prajurit yang diberhentikan dengan hormat dari dinas keprajuritan berhak memakai tanda jasa kenegaraan yang dimilikinya pada waktu menghadiri upacara nasional atau kemiliteran sesuai yang diperolehnya pada saat masih berdinas aktif.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan keputusan Presiden.
Pasal 62
(1) Prajurit diberhentikan dengan tidak hormat karena mempunyai tabiat dan/atau perbuatan yang nyata-nyata dapat merugikan disiplin keprajuritan atau TNI.
(2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap perwira dilaksanakan setelah mempertimbangkan pendapat Dewan Kehormatan Perwira.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 63
(1) Perkawinan, perceraian, dan rujuk bagi setiap prajurit dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(2) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan keputusan Panglima.
Bagian Ketujuh 
Ketentuan Hukum
Pasal 64
Hukum militer dibina dan dikembangkan oleh pemerintah untuk kepentingan penyelenggaraan pertahanan negara.
Pasal 65
(1) Prajurit Siswa tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku bagi prajurit.
(2) Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang.
(3) Apabila kekuasaan peradilan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berfungsi, maka prajurit tunduk di bawah kekuasaan peradilan yang diatur dengan undang-undang.
BAB VIII 
PEMBIAYAAN
Pasal 66
(1) TNI dibiayai dari anggaran pertahanan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Keperluan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Departemen Pertahanan.
Pasal 67
(1) Dalam hal pemenuhan dukungan anggaran TNI, Panglima mengajukan kepada Menteri Pertahanan untuk dibiayai seluruhnya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Dalam hal pemenuhan dukungan anggaran operasi militer yang bersifat mendesak, Panglima mengajukan anggaran kepada Menteri Pertahanan untuk dibiayai dari anggaran kontijensi yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara.
(3) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimintakan persetujuan oleh Menteri Pertahanan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 68
(1) TNI wajib mengelola anggaran pertahanan negara yang dialokasikan oleh pemerintah.
(2) TNI wajib mempertanggungjawabkan pengelolaan anggaran pertahanan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Pertahanan.
(3) Pengelolaan anggaran pertahanan negara oleh TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta efisiensi untuk menerapkan tata pemerintahan yang baik.
(4) Pengelolaan anggaran pertahanan negara oleh TNI dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pasal 69
Pengawasan dan pemeriksaan pengelolaan anggaran pertahanan negara oleh TNI dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.


BAB IX
HUBUNGAN KELEMBAGAAN
Pasal 70
(1) Hubungan dan kerja sama TNI dengan lembaga, badan, serta instansi di dalam negeri didasarkan atas kepentingan pelaksanaan tugas TNI dalam kerangka pertahanan negara.
(2) Hubungan dan kerja sama luar negeri dilakukan dalam rangka tugas operasional, kerja sama teknik, serta pendidikan dan latihan.
(3) Hubungan dan kerja sama dalam dan luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan berdasarkan kebijakan pemerintah di bidang pertahanan negara.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 71
Pada saat berlakunya undang-undang ini, ketentuan tentang usia pensiun sebagaimana dimaksud pasa Pasal 53, diatur sebagai berikut.
a. Usia pensiun paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun bagi perwira dan 53 (lima puluh tiga) tahun bagi bintara dan tamtama, hanya berlaku bagi prajurit TNI yang pada tanggal undang-undang ini diundangkan belum dinyatakan pensiun dari dinas TNI.
b. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a diatur secara bertahap.
(1) Perwira yang tepat berusia atau belum genap berusia 55 (lima puluh lima) tahun, baginya diberlakukan masa dinas keprajuritan sampai dengan usia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun;
(2) Perwira yang belum genap berusia 54 (lima puluh empat) tahun, baginya diberlakukan masa dinas keprajuritan sampai dengan usia paling tinggi 57 (lima puluh tujuh) tahun;
Perwira yang belum genap berusia 53 (lima puluh tiga) tahun, baginya diberlakukan masa dinas keprajuritan sampai dengan usia paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun;
(3) Bintara dan Tamtama yang tepat berusia atau belum genap 48 (empat puluh delapan) tahun, baginya diberlakukan masa dinas keprajuritan sampai dengan usia paling tinggi 53 (lima puluh tiga) tahun;
Pasal 72
Bagi perwira yang pada tanggal undang-undang ini diundangkan sedang menjalani penahanan dalam dinas keprajuritan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, tetap berlaku ketentuan tersebut sampai masa penahanan dalam dinas keprajuritannya berakhir.
Pasal 73
Pada saat berlakunya undang-undang ini, semua peraturan pelaksanaan tentang TNI dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti sesuai dengan undang-undang ini.
Pasal 74
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 berlaku pada saat undang-undang tentang Peradilan Militer yang baru diberlakukan.
(2) Selama undang-undang peradilan militer yang baru belum dibentuk, tetap tunduk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Pasal 75
(1) Segala peraturan pelaksanaan undang-undang ini ditetapkan paling lambat 2 (dua) tahun sejak berlakunya undang-undang ini.
(2) Segala penyebutan, penamaan, dan istilah yang berkaitan dengan postur, organisasi, struktur, tugas pokok, dan kewenangan TNI harus diubah atau diganti sesuai dengan undang-undang ini paling lambat 2 (dua) tahun sejak undang-undang ini diberlakukan.



Pasal 76
(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya undang-undang ini, Pemerintah harus mengambil alih seluruh aktivitas bisnis yang dimiliki dan dikelola oleh TNI baik secara langsung maupun tidak langsung.
(2) Tata cara dan ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1) diatur dengan keputusan Presiden.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 77
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 4) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 78
 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta Pada tanggal:
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN ………. NOMOR ………..



PENJELASAN
ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 34 TAHUN 2004
TENTANG
TENTARA NASIONAL INDONESIA
I. UMUM 1. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa tujuan nasional, yakni melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mencapai amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut memerlukan upaya bersama segenap bangsa Indonesia. Upaya bersama dimaksud diwujudkan dalam peran, fungsi, dan tugas tiap-tiap komponen bangsa serta dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Pertahanan negara merupakan salah satu bentuk upaya bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasional. Hakikat pertahanan negara adalah keikutsertaan tiap-tiap warga negara sebagai perwujudan hak dan kewajibannya dalam usaha pertahanan negara. Hak dan kewajiban tiap-tiap warga negara tersebut diatur dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan ayat (2) menegaskan bahwa usaha pertahanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta, yaitu bahwa Tentara Nasional Indonesia merupakan kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.
2. Sebagai kekuatan utama yang menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara disebut sebagai komponen utama dalam sistem pertahanan negara, Tentara Nasional Indonesia merupakan alat negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. Dalam Pasal 30 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa susunan, kedudukan, hubungan, dan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dalam melaksanakan tugas, termasuk syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan negara serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan diatur dengan undang-undang.
3. Reformasi nasional Indonesia yang didorong oleh semangat bangsa Indonesia untuk menata kehidupan dan masa depan bangsa yang lebih baik telah menghasilkan perubahan mendasar dalam sistem ketatanegaraan dan kenegaraan. Perubahan tersebut telah ditindaklanjuti antara lain melalui penataan kelembagaan sesuai dengan perkembangan lingkungan dan tuntutan tugas ke depan. Perubahan pada sistem kenegaraan berimplikasi pula terhadap Tentara Nasional Indonesia, antara lain adanya pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menyebabkan perlunya penataan kembali peran dan fungsi masing-masing. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia, sekaligus menjadi referensi yuridis dalam mengembangkan suatu undang-undang yang mengatur tentang Tentara Nasional Indonesia.
4. Bahwa Tentara Nasional Indonesia dibangun dan dikembangkan secara profesional sesuai dengan kepentingan politik negara yang mengacu pada nilai dan prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan ketentuan hukum internasional yang telah diratifikasi, dengan dukungan anggaran belanja negara yang dikelola secara transparan dan akuntabel.
5. Dengan perkembangan kondisi lingkungan yang semakin maju baik internasional maupun nasional, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sudah tidak sesuai lagi dan oleh karena itu, perlu diganti dengan undang-undang yang baru. Dengan telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara yang menggantikan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982, peran, fungsi dan tugas Tentara Nasional Indonesia yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 3 tersebut dipandang perlu untuk dijabarkan dan diwadahi dalam suatu undang-undang tersendiri.
6. Dengan mempertimbangkan hal tersebut di atas dan untuk memelihara kelangsungan serta kelancaran pelaksanaan peran, fungsi, dan tugas Tentara Nasional Indonesia ke depan, maka diperlukan undang-undang tentang Tentara Nasional Indonesia.

II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas.
Pasal 2 Huruf a
Yang dimaksud dengan Tentara Rakyat adalah tentara yang berasal dari rakyat bersenjata yang berjuang melawan penjajah untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan pada perang kemerdekaan tahun 1945--1949 dengan semboyan “merdeka atau mati”. Rakyat yang menjadi dasar terbentuknya TNI pada saat itu adalah bekas prajurit Hindia Belanda dan Jepang, antara lain Heiho, Kaigun Heiho, dan PETA serta yang berasal dari rakyat, yaitu Barisan Pemuda, Hisbullah, Sabililah, dan Pelopor, di samping laskar-laskar dan tentara pelajar yang tersebar di daerah-daerah lain, baik yang sudah maupun yang belum memperoleh latihan militer, yang keseluruhannya terhimpun dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR). Dalam proses perjalanan sejarah serta penataan untuk mendukung profesionalisme dan mengakomodasi potensi kekuatan perjuangan, maka dilakukanlah penyempurnaan organisasi. BKR berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang berubah lagi menjadi Tentara Keselamatan Rakyat (TKR), kemudian menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI), dan terakhir mulai tanggal 3 Juni tahun 1947 menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dalam perkembangannya, pada tanggal 21 Juni tahun 1962, TNI pernah berubah nama menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). ABRI terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pada tahun 2000 ABRI kembali berubah menjadi TNI setelah dikeluarkannya Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam jati dirinya TNI sebagai Tentara Rakyat berarti bahwa anggota TNI direkrut dari warga negara Indonesia.
Huruf b
Yang dimaksud dengan Tentara Pejuang adalah bahwa TNI dalam melaksanakan tugasnya berjuang menegakkan dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara moral, berjuang memiliki makna tidak mengenal menyerah terhadap setiap tantangan
tugas yang dilaksanakan. Pemahaman “tidak mengenal menyerah” di sini berarti tidak menyerah kepada lawan dalam konteks taktik dan strategi perang. Tidak mengenal menyerah berarti bahwa setiap upaya untuk mencapai tujuan harus selalu diusahakan dengan terukur.
Huruf c
Yang dimaksud dengan TNI sebagai Tentara Nasional adalah bahwa TNI merupakan tentara kebangsaan, bukan tentara kedaerahan, suku, ras, atau golongan agama. TNI mengutamakan kepentingan nasional dan kepentingan bangsa di atas semua kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan agama.
Huruf d
Yang dimaksud dengan Tentara Profesional adalah tentara yang mahir menggunakan peralatan militer, mahir bergerak, dan mahir menggunakan alat tempur, serta mampu melaksanakan tugas secara terukur dan memenuhi nilai-nilai akuntabilitas. Untuk itu, tentara perlu dilatih dalam menggunakan senjata dan peralatan militer lainnya dengan baik, dilatih manuver taktik secara baik, dididik dalam ilmu pengetahuan dan teknologi secara baik, dipersenjatai dan dilengkapi dengan baik, serta kesejahteraan prajuritnya dijamin oleh negara sehingga diharapkan mahir bertempur. Tentara tidak berpolitik praktis dalam arti bahwa tentara hanya mengikuti politik negara, dengan mengutamakan prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan ketentuan hukum internasional yang telah diratifikasi.
Yang dimaksud dengan supremasi sipil adalah kekuasaan politik yang dimiliki atau melekat pada pemimpin negara yang dipilih rakyat melalui hasil pemilihan umum sesuai dengan asas demokrasi. Supremasi sipil dalam hubungannya dengan TNI berarti bahwa TNI tunduk pada setiap kebijakan dan keputusan politik yang ditetapkan Presiden melalui proses mekanisme ketatanegaraan.
Pasal 3
Ayat (1)
 Yang dimaksud berkedudukan di bawah Presiden adalah bahwa keberadaan TNI di bawah kekuasaan Presiden.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan di bawah koordinasi Departemen Pertahanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan perencanaan strategis yang meliputi aspek pengelolaan pertahanan negara, kebijakan penganggaran, pengadaan, perekrutan, pengelolaan sumber daya nasional, serta pembinaan teknologi industri pertahanan yang diperlukan oleh TNI dan komponen pertahanan lainnya, sedangkan pembinaan kekuatan TNI berkaitan dengan pendidikan, latihan, penyiapan kekuatan, doktrin militer berada pada Panglima TNI dengan dibantu para Kepala Staf Angkatan.
Dalam rangka pencapaian efektivitas dan efisiensi pengelolaan pertahanan negara, pada masa yang akan datang institusi TNI berada dalam Departemen Pertahanan.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Yang dimaksud dengan kebijakan dan keputusan politik negara adalah kebijakan politik pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat yang dirumuskan melalui mekanisme hubungan kerja antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat, seperti rapat konsultasi dan rapat kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan penangkal adalah kekuatan nyata TNI yang mempunyai aspek psikologis untuk diperhitungkan oleh lawan sehingga mengurungkan niat lawan sekaligus juga mencegah niat lawan yang akan mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.
Huruf b
Yang dimaksud dengan penindak adalah kekuatan TNI yang mampu menghancurkan kekuatan yang mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.
Huruf c
Yang dimaksud dengan pemulih adalah kekuatan TNI bersama-sama dengan instansi pemerintah lainnya membantu fungsi pemerintah untuk mengembalikan kondisi keamanan negara yang telah terganggu akibat kekacauan keamanan karena perang, pemberontakan, konflik komunal, huru-hara, terorisme, dan bencana alam. Dalam konteks internasional, TNI turut berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian dunia melalui upaya penciptaan dan pemeliharaan perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan menegakkan kedaulatan negara adalah mempertahankan kekuasaan negara untuk melaksanakan pemerintahan sendiri yang bebas dari ancaman.
Yang dimaksud dengan menjaga keutuhan wilayah adalah mempertahankan kesatuan wilayah kekuasaan negara dengan segala isinya, di darat, laut, dan udara yang batas-batasnya ditetapkan dengan undang-undang.
Yang dimaksud dengan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah adalah melindungi jiwa, kemerdekaan, dan harta benda setiap warga negara.
Ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara, antara lain sebagai berikut:
a. agresi berupa penggunaan kekuatan bersenjata oleh negara lain terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa atau dalam bentuk dan cara-cara, antara lain:
1. invasi berupa penggunaan kekuatan bersenjata;
2. bombardemen berupa penggunaan senjata lainnya;
3. blokade pelabuhan, pantai, wilayah udara, atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
4. serangan bersenjata negara lain terhadap unsur satuan darat, laut, dan udara;
 5. keberadaan atau tindakan unsur kekuatan bersenjata asing dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bertentangan dengan ketentuan atau perjanjian yang telah disepakati;
6. tindakan suatu negara yang mengizinkan penggunaan wilayahnya oleh negara lain untuk melakukan agresi atau invasi terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia;
7. pengiriman kelompok bersenjata atau tentara bayaran untuk melakukan tindakan kekerasan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
8. ancaman lain yang ditetapkan oleh Presiden.
b. pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh negara lain;
c. pemberontakan bersenjata, yaitu suatu gerakan bersenjata yang melawan pemerintah yang sah;
d. sabotase dari pihak tertentu untuk merusak instalasi penting dan objek vital nasional;
e. spionase yang dilakukan oleh negara lain untuk mencari dan mendapatkan rahasia militer;
f. aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh teroris internasional atau bekerja sama dengan teroris dalam negeri atau oleh teroris dalam negeri;
g. ancaman keamanan di laut atau udara yurisdiksi nasional Indonesia, yang dilakukan pihak-pihak tertentu, dapat berupa:
1. pembajakan atau perompakan;
2. penyelundupan senjata, amunisi, dan bahan peledak atau bahan lain yang dapat membahayakan keselamatan bangsa;
3. penangkapan ikan secara ilegal atau pencurian kekayaan di laut.
h. konflik komunal yang terjadi antarkelompok masyarakat yang dapat membahayakan keselamatan bangsa.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan operasi militer untuk perang adalah segala bentuk pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI, untuk melawan kekuatan militer negara lain yang melakukan agresi terhadap Indonesia, dan/atau dalam konflik bersenjata dengan suatu negara lain atau lebih, yang didahului dengan adanya pernyataan perang dan tunduk pada hukum perang internasional.
Huruf b
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Yang dimaksud dengan objek vital nasional yang bersifat strategis adalah objek-objek yang menyangkut hajat hidup orang banyak, harkat dan martabat bangsa, serta kepentingan nasional yang ditentukan oleh keputusan pemerintah.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Yang dimaksud dengan memberdayakan wilayah pertahanan adalah:
a. membantu pemerintah menyiapkan potensi nasional menjadi kekuatan pertahanan yang dipersiapkan secara dini meliputi wilayah pertahanan beserta kekuatan pendukungnya, untuk melaksanakan operasi militer untuk perang, yang pelaksanaannya didasarkan pada kepentingan pertahanan negara sesuai dengan sistem pertahanan semesta.
b. membantu pemerintah menyelenggarakan pelatihan dasar kemiliteran secara wajib bagi warga negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
c. membantu pemerintah memberdayakan rakyat sebagai kekuatan pendukung.
Angka 9
Yang dimaksud dengan membantu tugas pemerintah di daerah adalah membantu pelaksanaan fungsi pemerintah dalam kondisi dan situasi yang memerlukan sarana, alat, dan kemampuan TNI untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi, antara lain membantu mengatasi akibat bencana alam, merehabilitasi infra struktur, serta mengatasi masalah akibat pemogokan dan konflik komunal.
Angka 10 
Cukup jelas.
Angka 11
Cukup jelas.
Angka 12
Cukup jelas.
Angka 13
Cukup jelas.
Angka 14
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 8
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan menjaga keamanan wilayah perbatasan darat adalah segala upaya, pekerjaan, dan kegiatan untuk menjamin tegaknya kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa di wilayah perbatasan dengan negara lain dari segala bentuk ancaman dan pelanggaran.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 9
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan menegakkan hukum dan menjaga keamanan adalah segala bentuk kegiatan yang berhubungan dengan penegakan hukum di laut sesuai dengan kewenangan TNI AL (constabulary function) yang berlaku secara universal dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku untuk mengatasi ancaman tindakan kekerasan, ancaman navigasi, serta pelanggaran hukum di wilayah laut yurisdiksi nasional. Menegakkan hukum yang dilaksanakan oleh TNI AL di laut, terbatas dalam lingkup pengejaran, penangkapan, penyelidikan, dan penyidikan perkara yang selanjutnya diserahkan kepada Kejaksaan, TNI AL tidak menyelenggarakan pengadilan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan diplomasi Angkatan Laut (naval diplomacy) adalah fungsi diplomasi sesuai dengan kebijakan politik luar negeri yang melekat pada peran Angkatan Laut secara universal sesuai dengan kebiasaan internasional, serta sudah menjadi sifat dasar dari setiap kapal perang suatu negara yang berada di negara lain memiliki kekebalan diplomatik dan kedaulatan penuh.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf  e
Cukup jelas.
Pasal 10
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan menegakkan hukum dan menjaga keamanan udara adalah segala usaha, pekerjaan dan kegiatan untuk menjamin terciptanya kondisi wilayah udara yang aman serta bebas dari ancaman kekerasan, ancaman navigasi, serta pelanggaran hukum di wilayah udara yurisdiksi nasional.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan postur pertahanan negara adalah wujud penampilan kekuatan pertahanan negara yang tercermin dari keterpaduan kekuatan, kemampuan dan penggelaran sumber daya nasional yang ditata dalam sistem pertahanan negara, terdiri dari komponen utama, komponen cadangan dan komponen pendukung.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan postur TNI adalah wujud penampilan TNI yang tercermin dari keterpaduan kekuatan, kemampuan dan gelar kekuatan TNI. Pembangunan dan penggelaran kekuatan TNI tersebut harus memperhatikan dan mengutamakan wilayah rawan keamanan, daerah perbatasan, daerah rawan konflik dan pulau terpencil sesuai dengan kondisi geografis dan strategi pertahanan.
Dalam pelaksanaan penggelaran kekuatan TNI, harus dihindari bentuk-bentuk organisasi yang dapat menjadi peluang bagi kepentingan politik praktis dan penggelarannya tidak selalu mengikuti struktur administrasi pemerintahan.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Komando Utama Operasi adalah kekuatan TNI yang terpusat yang berada di bawah komando Panglima TNI.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan Komando Utama Pembinaan adalah kekuatan TNI yang memiliki fungsi pembinaan kekuatan matra yang berada di bawah komando Kepala Staf Angkatan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat adalah pendapat berdasarkan alasan dan pertimbangan yang kuat tentang aspek moral dan kepribadian berdasarkan rekam jejak.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan terhitung sejak permintaan persetujuan calon Panglima disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat adalah pada saat permintaan persetujuan tersebut secara administratif telah berada di tangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Yang dimaksud dengan perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan negara, antara lain perencanaan untuk :
a. memberikan kemampuan melalui pendidikan dan latihan agar dapat melaksanakan tugas pertahanan negara.
b. mengintegrasikan kekuatan pengganda yang berasal dari komponen cadangan dan komponen pendukung ke dalam organisasi kekuatan pertahanan negara.
c. membina serta memelihara kemampuan komponen cadangan dan komponen pendukung secara bertingkat dan berlanjut guna menjamin kesiapsiagaan.
d. menggunakan komponen cadangan dan komponen pendukung untuk menghadapi ancaman.
Angka 10
Penggunaan komponen cadangan setelah dimobilisasi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Angka 11
Cukup jelas.
Angka 12
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan keadaan memaksa adalah situasi dan keadaan yang kalau dibiarkan akan mengakibatkan kekacauan keamanan dan kerugian negara yang lebih besar sehingga perlu segera mengambil tindakan untuk mencegah dan mengatasi ancaman militer dan/atau ancaman bersenjata guna menyelamatkan kepentingan nasional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Penggunaan kekuatan yang harus dipertanggungjawabkan kepada Presiden adalah tindakan operasi militer.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Sumpah Prajurit adalah pernyataan atau janji kesetiaan dan ketaatan seorang prajurit kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk membaktikan diri kepada bangsa dan Negara Indonesia. Pada saat dilantik menjadi prajurit, setiap prajurit harus mengucapkan Sumpah Prajurit.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
 Cara pemberian pangkat dilakukan dengan pengangkatan pertama yang diberikan setelah lulus pendidikan pertama dan pendidikan pembentukan, serta dengan kenaikan pangkat yang, terdiri dari:
1. Kenaikan pangkat regular diberikan pada waktu tertentu kepada prajurit yang telah memenuhi persyaratan jabatan dan masa peninjauan.
 2. Kenaikan pangkat khusus terdiri atas:
a. Kenaikan pangkat luar biasa diberikan kepada prajurit yang mengemban penugasan khusus dengan pertaruhan jiwa raga secara langsung dan berjasa melampaui panggilan tugas. Kenaikan pangkat ini dapat dianugerahkan secara anumerta.
b. Kenaikan pangkat penghargaan diberikan kepada prajurit menjelang akhir dinas keprajuritan karena telah melaksanakan pengabdian secara sempurna dan tanpa terputus dengan dedikasi dan prestasi kerja yang tinggi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
 Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Yang dimaksud dengan rahasia tentara adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas-tugas tentara yang apabila jatuh ke tangan orang lain yang tidak berhak akan merugikan negara di bidang pertahanan.
Yang dimaksud dengan kata “akan” adalah bahwa setelah mengucapkan sumpah prajurit, selanjutnya prajurit serta merta mematuhi seluruh isi sumpah prajurit.
Yang dimaksud dengan taat kepada atasan adalah mematuhi seluruh perintah yang berhubungan dengan tugas keprajuritan, sepanjang tidak bertentangan dengan perintah agama yang dianutnya.
Pasal 36
Sumpah perwira diucapkan oleh prajurit yang dilantik sebagai perwira, merupakan pernyataan kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Kode Etik Prajurit antara lain Sapta Marga dan Delapan Wajib TNI, sedangkan Kode Etik Perwira adalah Budhi Bhakti Wira Utama.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pakaian seragam adalah pakaian dinas TNI.
Yang dimaksud dengan atribut adalah tanda-tanda yang dikenakan oleh prajurit antara lain tanda pangkat, tanda jasa, tanda satuan, dan tanda kecakapan.
Yang dimaksud dengan perlengkapan dan peralatan militer adalah perlengkapan dan peralatan perorangan serta satuan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan melampaui panggilan tugas adalah bahwa seseorang prajurit TNI tanpa memperdulikan keselamatan jiwanya melakukan tindakan kepahlawanan dalam suatu tugas demi bangsa dan negara, walaupun tindakan itu tidak dilakukannya, tidak akan disalahkan. Apabila yang bersangkutan akhirnya gugur dalam melakukan tindakan kepahlawanan yang berhasil tersebut, maka dapat dianugerahi penghargaan kenaikan pangkat luar biasa anumerta.
Kenaikan pangkat luar biasa atau kenaikan pangkat luar biasa anumerta, dianugerahkan terutama kepada tamtama dan bintara. Penganugerahan kenaikan pangkat ini tidak menutup kemungkinan penganugerahan tanda jasa kenegaraan untuk jasa yang sama.
Pada penganugerahan kenaikan pangkat luar biasa ini dinyatakan secara jelas dan terinci, dalam piagam dan dibacakan pada saat penganugerahan tentang siapa yang melakukan tindakan itu, apa yang dilakukannya, kapan dilakukan, di mana peristiwa itu terjadi dan jasa atau hasil positif dari tindakan kepahlawanan prajurit yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
 Yang dimaksud dengan jabatan adalah jabatan yang dapat diduduki oleh prajurit aktif tidak termasuk jabatan Menteri Pertahanan atau jabatan politis lainnya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan keluarga prajurit adalah isteri/suami beserta anak yang menjadi tanggungannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
 Prajurit karier yang diberhentikan dengan hormat dari dinas keprajuritan menerima:
a. pensiun, bilamana telah menjalani dinas keprajuritan sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) tahun;
b. tunjangan bersifat pensiun, bilamana:
1) telah menjalani dinas keprajuritan antara 15 (lima belas) tahun hingga kurang dari 20 (dua puluh) tahun; atau
2) telah mencapai batas usia tunjangan bersifat pensiun yang ditentukan dan telah menjalani dinas keprajuritan antara 10 (sepuluh) tahun hingga 15 (lima belas) tahun; c. tunjangan, bilamana belum mencapai batas usia tunjangan bersifat pensiun akan tetapi telah menjalani dinas keprajuritan antara 5 (lima) tahun hingga kurang dari 15 (lima belas) tahun; atau d. pesangon, bagi yang telah menjalani dinas keprajuritan kurang dari 5 (lima) tahun, yang diterimakan sekaligus sebesar gaji terakhir dikalikan dengan jumlah tahun masa dinas keprajuritan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan menjalani masa pensiun adalah masa di mana prajurit tersebut selesai melaksanakan kedinasan militer untuk kembali ke masyarakat.
Bagi prajurit yang menjalani masa pensiun berhak memperoleh masa persiapan pensiun (MPP) selama 1 (satu) tahun.
Pemberian MPP tersebut dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada prajurit yang bersangkutan mencari jenis pekerjaan lainnya sebagai persiapan setelah pensiun.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
1. Gugur adalah menemui ajal dalam melaksanakan tugas atau tugas pertempuran sebagai akibat langsung tindakan lawan. 2. Tewas adalah menemui ajal dalam melaksanakan tugas berdasarkan perintah dinas bukan akibat tindakan lawan. 3. Meninggal dunia adalah menemui ajal bukan karena melaksanakan tugas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h Yang dimaksud dengan pertimbangan khusus untuk kepentingan dinas adalah apabila :
1. dinas memerlukan pengurangan jumlah prajurit karena kelebihan tenaga yang disebabkan terjadinya penghapusan sebagian maupun seluruhnya dari bagian atau kesatuannya karena perubahan susunan organisasi TNI.
2. tidak menduduki jabatan struktural maupun fungsional paling sedikit selama satu tahun berturut-turut karena tidak memenuhi persyaratan administrasitif dan kemampuan untuk menduduki suatu jabatan, kecuali sedang mengikuti pendidikan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Yang dimaksud cacat berat adalah cacat jasmani dan/atau rohani yang mengakibatkan prajurit tidak mampu sama sekali untuk melakukan pekerjaan atau kegiatan apapun sehingga menjadi beban orang lain.
Yang dimaksud cacat sedang adalah cacat jasmani dan/atau rohani yang mengakibatkan penyandang cacat tidak mampu lagi menjalani dinas keprajuritan, namun masih mampu berkarya di luar lingkungan TNI.
Yang dimaksud dengan cacat ringan adalah cacat jasmani dan/atau rohani yang tidak mengakibatkan penyandang cacat terganggu dalam melaksanakan tugas.
Pasal 58
Ayat (1)
Wajib terus dicari dalam jangka waktu yang tidak terbatas disesuaikan dengan kondisi situasi dan kemampuan pemerintah.
Ayat (2)
 Diberhentikan dengan hormat merupakan tindakan pertama yang perlu diambil berdasar atas keputusan Panglima yang menetapkan prajurit yang bersangkutan hilang. Setelah didapat kepastian atas diri prajurit yang bersangkutan, maka diadakan penyesuaian, antara lain diberhentikan dengan hormat karena gugur, tewas atau meninggal dunia atau diberhentikan dengan tidak hormat karena nyata-nyata merugikan disiplin keprajuritan atau kalau perlu diajukan ke Peradilan Militer karena desersi.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan masih hidup adalah keadaan dengan segala kondisi seperti cacat berat, cacat sedang dan lain-lain.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.


Pasal 64
Yang dimaksud dengan hukum militer adalah semua perundang-undangan nasional yang subjek hukumnya adalah anggota militer atau orang yang dipersamakan sebagai militer berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
Di samping itu segala hukum dan ketentuan perundang-undangan yang dipakai sebagai dasar pelaksanaan tugas TNI dalam melaksanakan fungsi pertahanan negara dikategorikan sebagai hukum militer.
Hukum militer sebagaimana dimaksud di atas perlu dicapai kesatuan hukum, kepastian hukum dan kodifikasi hukum. Oleh sebab itu, hukum militer tersebut perlu dibina dan dikembangkan oleh departemen yang melaksanakan fungsi pemerintahan di bidang pertahanan negara.
Pasal 65
Ayat (1)
Hukum yang dimaksud adalah hukum administrasi, hukum disiplin dan hukum pidana yang berlaku bagi prajurit termasuk peraturan khusus yang dikeluarkan oleh pimpinan lembaga pendidikan yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Ayat (1)
Semua pemenuhan dukungan anggaran TNI untuk melaksanakan tugas pembinaan kekuatan dan penggunaan kekuatannya dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diajukan oleh Departemen Pertahanan.
Ayat (2)
Semua pemenuhan dukungan anggaran operasi militer yang bersifat mendesak untuk keperluan pelaksanaan tugas dibiayai dengan anggaran kontijensi yang pelaksanaannya diajukan oleh Departemen Pertahanan dan melalui proses persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar