Minggu, 27 Februari 2011

UU No.26/1997 Tentang Hukum Disiplin

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 26 TAHUN 1997
TENTANG
HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dalam fungsinya sebagai kekuatan pertahanan keamanan dan kekuatan sosial politik merupakan bagian tidak terpisahkan dari rakyat Indonesia, lahirdari kancah perjuangan kemerdekaan bangsa, dibesarkan, dan berkembang bersama-sama rakyat Indonesia dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan;

b. bahwa dalam rangka mengemban fungsi sebagaimana dimaksud pada huruf a, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia tetap konsisten dengan sikap dan tekadnya sebagai prajurit pejuang dan pejuang prajurit untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengamalkan serta melestarikan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana dimaksud dalam Sapta Marga dan Sumpah Prajurit;
c. bahwa Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sebagai salah satu Modal Dasar Pembangunan Nasional perlu senantiasa ditingkatkan profesionalismenya melalui pemantapan disiplin, yang merupakan syarat mutlak dalam tata kehidupan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia agar terwujud prajurit yang profesional, efektif, efisien, dan modern sehingga mampu berperan lebih besar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai stabilisator dan dinamisator Pembangunan Nasional;
d. bahwa hukum disiplin prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang saat ini masih diatur dalam Wetboek van Krijgstucht voor Nederlands Indie (Staatsblad 1934 Nomor 168) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1947, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ketatanegaraan Republik Indonesia dan pertumbuhan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sehingga Undang-undang tersebut perlu dicabut dan diganti;
e. bahwa berdasarkan hal-hal sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu menetapkan Undangundang tentang Hukum Disiplin Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor REFR DOCNM="82uu020">20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3368);
3. Undang-undang Nomor REFR DOCNM="88uu002">2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3369).
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG
TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT
ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Disiplin prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia adalah ketaatan dan kepatuhan yang sungguh-sungguh setiap prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang didukung oleh kesadaran yang bersendikan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit untuk menunaikan tugas dan kewajiban serta bersikap dan berperilaku sesuai dengan aturan-aturan atau tata kehidupan prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
2. Hukum disiplin prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia adalah serangkaian peraturan dan norma untuk mengatur, menegakkan, dan membina disiplin atau tata kehidupan prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia agar setiap tugas dan kewajibannya dapat berjalan dengan sempurna.
3. Tindakan disiplin adalah tindakan seketika yang dapat diambil oleh setiap atasan terhadap bawahan yang melakukan pelanggaran hukum disiplin prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
4. Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan oleh Atasan yang Berhak Menghukum terhadap prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang atas dasar ketentuan Undang-undang ini melakukan pelanggaran hukum disiplin prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
5. Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Prajurit adalah warga negara yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang untuk mengabdikan diri dalam usaha pembelaan negara dengan menyandang senjata, rela berkorban jiwa raga, berperan serta dalam pembangunan nasional, dan tunduk pada hukum militer.
6. Bawahan adalah setiap prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang karena pangkat dan/atau jabatannya berkedudukan lebih rendah daripada prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang lain.
7. Atasan adalah setiap prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang karena pangkat dan/atau jabatannya berkedudukan lebih tinggi daripada prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang lain.
8. Atasan langsung adalah atasan yang mempunyai wewenang komando langsung terhadap bawahan yang bersangkutan.
9. Atasan yang Berhak Menghukum yang selanjutnya disingkat Ankum adalah atasan yang oleh atau atas dasar Undang-undang ini diberi kewenangan menjatuhkan hukuman disiplin kepada setiap prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang berada di bawah wewenang komandonya.
10. Ankum Atasan adalah atasan langsung dari Ankum yang menjatuhkan hukuman disiplin.
11. Panglima adalah Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Pasal 2
(1) Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini berlaku bagi :
a. prajurit;
b. mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan tunduk pada hukum yang berlaku bagi prajurit.
(2) Ketentuan dalam Undang-undang ini tidak berlaku bagi prajurit yang sedang menjalani penahanan, pidana penjara, kurungan, dan tutupan.
BAB II
DISIPLIN PRAJURIT , PELANGGARAN HUKUM
DISIPLIN PRAJURIT, TINDAKAN DISIPLIN, DAN HUKUMAN DISIPLIN
Bagian Kesatu
Disiplin Prajurit
Pasal 3
(1) Untuk menegakkan tata kehidupan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, setiap prajurit dalam menunaikan tugas dan kewajibannya wajib bersikap dan berperilaku disiplin.
(2) Disiplin prajurit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dengan mematuhi semua peraturan dan norma yang berlaku bagi prajurit dan melaksanakan semua perintah kedinasan atau yang bersangkutan dengan kedinasan dengan tertib dan sempurna, kesungguhan, keikhlasan hati, dan gembira berdasarkan ketaatan serta rasa tanggung jawab kepada pimpinan dan kewajiban.
Pasal 4
(1) Disiplin prajurit diatur dalam peraturan disiplin dan ketentuan-ketentuan tata tertib prajurit.
(2) Peraturan dis iplin dan ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Panglima.
Bagian Kedua
Pelanggaran Hukum Disiplin Prajurit
Pasal 5
(1) Pelanggaran hukum disiplin prajurit meliputi pelanggaran hukum disiplin murni dan pelanggaran hukum disiplin tidak murni.
(2) Pelanggaran hukum disiplin murni merupakan setiap perbuatan yang bukan tindak pidana, tetapi bertentangan dengan perintah kedinasan atau peraturan kedinasan atau perbuatan yang tidak sesuai dengan tata kehidupan prajurit.
(3) Pelanggaran hukum disiplin tidak murni merupakan setiap perbuatan yang merupakan tindak pidana yang sedemikian ringan sifatnya sehingga dapat diselesaikan secara hukum disiplin prajurit.
(4) Penentuan penyelesaian secara hukum disiplin prajurit tersebut pada ayat (3) merupakan kewenangan Perwira Penyerah Perkara yang selanjutnya disingkat Papera setelah menerima saran pendapat hukum dari Oditurat.
Pasal 6
(1) Setiap prajurit yang nyata-nyata telah melakukan pelanggaran hukum disiplin prajurit diambil tindakan disiplin dan/atau dijatuhi hukuman disiplin.
(2) Setiap prajurit yang telah melakukan satu atau lebih pelanggaran hukum disiplin prajurit hanya dapat dijatuhi satu jenis hukuman disiplin.
Bagian Ketiga
Tindakan Disiplin
Pasal 7
(1) Setiap Atasan berwenang mengambil tindakan disiplin terhadap setiap bawahan yang melakukan pelanggaran hukum disiplin prajurit dan segera melaporkan kepada Ankum yang bersangkutan.
(2) Tindakan disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa tindakan fisik dan/atau teguran lisan untuk menumbuhkan kesadaran dan mencegah terulangnya pelanggaran hukum disiplin prajurit.
(3) Tindakan disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghapuskan kewenangan Ankum untuk menjatuhkan hukuman disiplin.
Bagian Keempat
Hukuman Disiplin
Pasal 8
Jenis hukuman disiplin prajurit terdiri dari :
a. teguran;
b. penahanan ringan paling lama 14 (empat belas) hari;
c. penahanan berat paling lama 21 (dua puluh satu) hari.
Pasal 9
(1) Dalam hal-hal khusus, jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dan c dapat diperberat dengan tambahan waktu penahanan paling lama 7 (tujuh) hari.
(2) Hal-hal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :
a. negara dalam keadaan bahaya;
b. dalam kegiatan operasi militer;
c. dalam suatu kesatuan yang disiagakan;
d. seorang prajurit yang telah dijatuhi hukuman disiplin lebih dari 2 (dua) kali dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan.
BAB III
PENYELESAIAN PELANGGARAN HUKUM DISIPLIN PRAJURIT
Bagian Kesatu
Atasan yang Berhak Menghukum
Pasal 10
(1) Ankum di lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, secara berjenjang adalah sebagai berikut :
a. Ankum berwenang penuh;
b. Ankum berwenang terbatas;
c. Ankum berwenang sangat terbatas.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Panglima.
Pasal 11
(1) Ankum berwenang penuh mempunyai wewenang untuk menjatuhkan semua jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 kepada setiap prajurit yang berada di bawah wewenang komandonya.
(2) Ankum berwenang terbatas mempunyai wewenang untuk menjatuhkan semua jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 kepada setiap prajurit yang berada di bawah wewenang komandonya, kecuali penahanan berat terhadap Perwira.
(3) Ankum berwenang sangat terbatas mempunyai wewenang untuk menjatuhkan hukuman disiplin teguran dan penahanan ringan kepada setiap Bintara dan Tamtama yang berada di bawah wewenang komandonya.
Pasal 12
(1) Setiap Ankum berwenang :
a. melakukan atau memerintahkan melakukan pemeriksaan terhadap prajurit yang berada di bawah wewenang komandonya;
b. menjatuhkan hukuman disiplin terhadap setiap prajurit yang berada di bawah wewenang komandonya;
c. menunda pelaksanaan hukuman disiplin yang telah dijatuhkannya.
(2) Ankum Atasan berwenang :
a. menunda pelaksanaan hukuman;
b. memeriksa dan memutus pengajuan keberatan;
c. mengawasi dan mengendalikan Ankum di bawahnya, agar kewenangan-kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang ini dilaksanakan secara adil, bijaksana, dan tepat.
(3) Tata cara pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini diatur lebih lanjut oleh Panglima.
Bagian Kedua
Penyelesaian Pelanggaran Hukum Disiplin Prajurit
Pasal 13
Penyelesaian pelanggaran hukum disiplin prajurit dilaksanakan melalui kegiatan :
a. pemeriksaan;
b. penjatuhan hukuman disiplin;
c. pencatatan dalam Buku Hukuman.
Pasal 14
Pemeriksaan dilakukan oleh :
a. Ankum;
b. Perwira atau Bintara yang mendapat perintah dari Ankum; atau
c. Pejabat lain yang berwenang untuk itu.
Pasal 15
(1) Pemeriksa berwenang memanggil secara resmi seorang prajurit yang diduga melakukan pelanggaran hukum disiplin prajurit.
(2) Prosedur pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Panglima.
(3) Pemeriksa berwenang meminta keterangan para saksi dan mengumpulkan alat-alat bukti lainnya.
Pasal 16
(1) Pemeriksaan dilakukan secara langsung tanpa paksaan yang hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan.
(2) Berita Acara Pemeriksaan dan alat-alat bukti lainnya disatukan dalam Berkas Perkara Disiplin dan dilaporkan kepada Ankum.
Pasal 17
(1) Ankum, setelah menerima Berkas Perkara Disiplin, wajib segera mengambil keputusan untuk menjatuhkan atau tidak menjatuhkan hukuman disiplin.
(2) Pengambilan keputusan oleh Ankum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendengar pertimbangan Staf dan/ atau Atasan langsung pelanggar serta dapat pula mendengar pelanggar yang bersangkutan.
(3) Ankum tidak boleh menjatuhkan hukuman apabila tidak sepenuhnya yakin tentang dapat dihukumnya pelanggar atau apabila Ankum mengambil keputusan untuk tidak menjatuhkan hukuman. Selanjutnya, Ankum wajib membuat catatan dalam berkas perkara disiplin yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak dijatuhi hukuman.
Pasal 18
(1) Dalam hal Ankum mengambil keputusan untuk menjatuhkan hukuman disiplin, penjatuhan hukuman disiplin dilaksanakan dalam sidang disiplin.
(2) Pada waktu menentukan jenis dan lamanya hukuman disiplin Ankum wajib mengusahakan terwujudnya keadilan di samping efek jera serta memperhatikan keadaan pada waktu pelanggaran itu dilakukan, kepribadian, serta tingkah laku pelanggar sehari-hari.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Panglima.
Pasal 19
Keputusan hukuman disiplin dituangkan dalam Surat Keputusan Hukuman Disiplin.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Hukuman Disiplin Prajurit
Pasal 20
(1) Hukuman Disiplin dilaksanakan segera setelah dijatuhkan oleh Ankum.
(2) Hari penjatuhan hukuman berlaku sebagai hari pertama dari waktu hukuman yang ditentukan, kecuali jika pelaksanaan hukuman pada hari itu ditunda.
(3) Waktu hukuman berakhir pada waktu apel pagi hari berikutnya dari hari terakhir hukuman yang harus dijalani.
Pasal 21
(1) Hukuman Disiplin berupa penahanan untuk Perwira dilaksanakan di tempat kediaman, kapal, mes, markas, kemah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Ankum.
(2) Hukuman Disiplin berupa penahanan untuk Bintara dan Tamtama dilaksanakan di bilik hukuman atau di tempat lain yang ditunjuk oleh Ankum.
Pasal 22
Bagi terhukum disiplin yang sakit dan dirawat di luar tempat penahanan, pelaksanaan hukumannya ditunda.
Pasal 23
(1) Dalam hal pelaksanaan hukuman disiplin berupa penahanan ringan, terhukum disiplin dapat dipekerjakan di luar tempat menjalani hukuman.
(2) Dalam hal pelaksanaan hukuman disiplin berupa penahanan berat, terhukum disiplin tidak dapat dipekerjakan di luar tempat menjalani hukuman.
Pasal 24
(1) Hukuman disiplin dicatat dalam Buku Hukuman dan Buku Data Personel yang bersangkutan.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan hukuman disiplin diatur lebih lanjut oleh Panglima.
Bagian Keempat
Pengajuan Keberatan
Pasal 25
(1) Setiap prajurit yang dijatuhi hukuman disiplin berhak mengajukan keberatan mengenai sebagian atau seluruh perumusan alasan hukuman, jenis, dan/atau berat ringannya hukuman disiplin yang dijatuhkan.
(2) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertulis, sopan, pantas dan diajukan secara hierarkis.
(3) Dalam pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhukum dapat mengajukan satu atau dua orang perwira dalam kesatuannya untuk memberikan nasihat dengan persetujuan Ankum.
Pasal 26
(1) Keberatan diajukan kepada Ankum Atasan melalui atasan langsungnya dalam tenggang waktu 4 (empat) hari setelah hukuman dijatuhkan.
(2) Setiap Atasan dan Ankum wajib menerima dan meneruskan pengajuan keberatan terhadap keputusan hukuman disiplin yang dijatuhkannya kepada Ankum Atasan.
(3) Keberatan terhadap hukuman disiplin yang telah diajukan tidak dapat ditarik kembali kecuali atas persetujuan Ankum Atasan.
Pasal 27
(1) Ankum Atasan yang berwenang memutuskan keberatan wajib segera mengambil keputusan berupa menolak atau mengabulkan seluruh atau sebagian keberatan yang diajukan.
(2) Dalam hal keberatan ditolak seluruhnya, Ankum Atasan menguatkan keputusan yang telah dibuat oleh Ankum yang menjatuhkan hukuman disiplin.
(3) Dalam hal keberatan diterima seluruhnya, Ankum Atasan membatalkan keputusan yang telah dibuat oleh Ankum yang menjatuhkan hukuman disiplin.
(4) Dalam hal keberatan ditolak atau diterima sebagian, Ankum Atasan mengubah keputusan yang dibuat oleh Ankum yang menjatuhkan hukuman disiplin.
Pasal 28
(1) Dalam hal terhukum disiplin tidak menerima keputusan terhadap keberatan yang diajukannya, yang bersangkutan berhak mengajukan keberatan sekali lagi kepada Ankum Atasan dari Ankum yang telah memutus keberatan yang diajukan sebelumnya.
(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dalam tenggang waktu 2 (dua) hari terhitung setelah keputusan terhadap keberatan yang diajukan sebelumnya diberitahukan.
(3) Ketentuan Pasal 26 ayat (2) dan (3) berlaku pula untuk Pasal ini.
Pasal 29
Keputusan hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Panglima merupakan keputusan terakhir.
Pasal 30
Pengajuan keberatan tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan hukuman disiplin yang akan atau sedang dijalankan, kecuali atas perintah Ankum atau Ankum Atasan.
BAB IV
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Pasal 31
Apabila Ankum menerima penyerahan berkas perkara dari Pengadilan di lingkungan Peradilan Militer yang ditetapkan penyelesaiannya sebagai pelanggaran hukum disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, maka Ankum menyelesaikan pelanggaran sesuai dengan hukum disiplin prajurit.
Pasal 32
(1) Dalam hal seorang prajurit telah melakukan suatu tindak pidana yang menjadi kewenangan Pengadilan di lingkungan Peradilan Militer untuk memeriksa dan mengadilinya atau perkara itu telah diadilinya, maka terhadap pelaku tindak pidana tidak boleh dijatuhi hukuman disiplin bersamaan dengan pidana yang akan atau sudah dijatuhkan.
(2) Apabila hak penuntutan terhadap suatu pelanggaran yang hanya diancam pidana denda gugur karena pembayaran maksimum denda secara sukarela, maka terhadap pelaku tersebut tidak boleh dijatuhi hukuman disiplin.
(3) Penjatuhan hukuman disiplin oleh Ankum tidak menghapuskan tuntutan pidana atau gugatan perkaraperkara lainnya.
(4) Hak menjatuhkan hukuman disiplin gugur karena kadaluwarsa setelah 6 (enam) bulan terhitung :
a. sejak hari Ankum menerima laporan pelanggaran disiplin atau menerima berkas Berita Acara Pemeriksaan;
b. sejak hari Ankum menerima Surat Keputusan Penyelesaian menurut Hukum Disiplin Prajurit dari Papera;
c. sejak hari Ankum menerima penyerahan berkas perkara dari Hakim pada Pengadilan di lingkungan Peradilan Militer.
Pasal 33
Menjalani hukuman disiplin berupa penahanan dianggap sebagai dinas.
Pasal 34
(1) Setiap Perwira yang mendapat cukup petunjuk untuk menyangka bahwa seorang bawahan telah bersalah melakukan pelanggaran hukum disiplin prajurit yang berat, berwenang melakukan atau memerintahkan penahanan sementara apabila dipandang perlu dan wajib segera melaporkan kepada Ankum yang membawahkan langsung pelanggar.
(2) Penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam.
(3) Bawahan tersebut wajib mematuhi penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 35
(1) Seorang prajurit yang telah berulang-ulang melakukan pelanggaran hukum disiplin prajurit dan/atau nyata-nyata tidak mempedulikan segala hukuman disiplin yang dijatuhkan sehingga dipandang tidak patut lagi dipertahankan sebagai prajurit, maka prajurit yang demikian diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas keprajuritan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Panglima.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 36
Semua ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai atau yang berhubungan dengan disiplin prajurit yang sudah ada pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37
Dengan berlakunya Undang-undang ini, Wetboek van Krijgstucht voor Nederlands Indie (Staatsblad 1934 Nomor 168 ) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1947 yang disebut Kitab Undang-undang Hukum Disiplin Tentara (KUHDT) dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 38
Hal-hal yang belum diatur dalam Undang-undang ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangundangan tersendiri.
Pasal 39
Undang-undang ini dapat juga disebut "Undang-undang Hukum Disiplin Prajurit".
Pasal 40
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 3 Oktober 1997
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 3 Oktober 1997
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1997 NOMOR 74





PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 26 TAHUN 1997
TENTANG
HUKUM DISIPLIN PRAJURIT
ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA
UMUM
      Angkatan Bersenjata Republik Indonesia merupakan bagian tidak terpisahkan dari rakyat Indonesia, lahir dari kancah perjuangan kemerdekaan bangsa, dibesarkan dan berkembang bersama-sama rakyat Indonesia dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. Dengan demikian, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia mengemban fungsi sebagai kekuatan pertahanan keamanan dan kekuatan sosial politik. Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang berSapta Marga dan berSumpah Prajurit sebagai bhayangkari negara dan bangsa, dalam bidang pertahanan keamanan negara adalah penindak dan penyanggah awal, pengaman, pengawal, penyelamat bangsa dan negara, serta sebagai kader, pelopor, dan pelatih rakyat guna menyiapkan kekuatan pertahanan keamanan negara dalam menghadapi setiap bentuk ancaman musuh atau lawan dari mana pun datangnya.
      Dalam bidang sosial politik, bertindak selaku stabilisator dan dinamisator, bersama-sama dengan kekuatan sosial politik lainnya bertugas menyukseskan Pembangunan Nasional dalam rangka perjuangan bangsa mengisi kemerdekaan serta meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
     Dengan menghayati dan meresapi nilai-nilai Sapta Marga dan Sumpah Prajurit, setiap prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia memiliki sendi-sendi disiplin yang kukuh, kode etik dalam pergaulan, kode kehormatan dalam perjuangan, kode moral dalam perilaku dan pengamalan, serta sistem nilai dalam tata kehidupan yang mantap.
Disiplin prajurit pada hakikatnya merupakan :
a. suatu ketaatan yang dilandasi oleh kesadaran lahir dan batin atas pengabdiannya pada nusa dan bangsa serta merupakan perwujudan pengendalian diri untuk tidak melanggar perintah kedinasan dan tata kehidupan prajurit;
b. sikap mental setiap prajurit yang bermuara pada terjaminnya kesatuan pola pikir, pola sikap, dan pola tindak sebagai perwujudan nilai-nilai Sapta Marga dan Sumpah Prajurit. Oleh karena itu disiplin prajurit menjadi syarat mutlak dalam kehidupan prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan diwujudkan dalam penyerahan seluruh jiwa raga dalam menjalankan tugasnya berdasarkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta kesadaran pengabdian bagi nusa dan bangsa;
c. ciri khas prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dalam melakukan tugasnya, karena itu disiplin prajurit harus menyatu dalam diri setiap prajurit dan diwujudkan pada setiap tindakan nyata.
     Disiplin secara umum pada tingkat tertentu pada dasarnya memiliki sikap ketergantungan pada kuasa orang lain atau peraturan perundang-undangan, sehingga diperlukan alat kekuasaan untuk memaksakan ketaatan berupa peranti pengendalian sosial dalam tata kehidupan yang berwujud undang-undang disiplin. Namun, pada tingkat biasa ketaatan tersebut telah tumbuh menjadi kesadaran.
       Pada ting kat ini ketaatan yang dipaksakan itu telah ditransformasikan menjadi suatu tanggung jawab sosial. Disiplin prajurit mutlak harus ditegakkan demi tumbuh dan berkembangnya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dalam mengemban dan mengamalkan tugas yang telah dipercayakan oleh bangsa dan negara kepadanya. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban setiap prajurit untuk menegakkan disiplin.
         Upaya penegakan disiplin di dalam tata kehidupan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia memerlukan suatu tatanan disiplin prajurit berupa Undang-undang tentang Hukum Disiplin Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
       Perwira, dalam upaya penegakan disiplin prajurit, memegang peranan penting dalam kepemimpinan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, karena baik buruknya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ditentukan oleh kualitas Perwiranya.
          Kepribadian Perwira harus dapat diwujudkan sebagai figur prajurit yang layak disebut "pemimpin keprajuritan paripurna". Setiap Perwira dituntut tanggung jawab lebih dari Bintara dan Tamtama dalam kehidupan keprajuritan, sehingga seorang Perwira diharapkan mempunyai kemampuan yang lebih besar, karena itu seorang Perwira diberi kepercayaan untuk membina disiplin khususnya yang berkedudukan sebagai Atasan yang Berhak Menghukum dengan kewenangan menghukum disiplin yang dikukuhkan dengan undang-undang.
        Setiap Perwira, dalam fungsinya sebagai Atasan dalam tata kehidupan prajurit, harus berani mengambil tindakan terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan oleh bawahannya, dalam upaya menegakkan dan membina disiplin prajurit, karena itu setiap Atasan harus bertindak adil, tegas dan pasti, serta bijaksana untuk menyadarkan kembali bawahannya kepada kepribadian prajurit.
           Dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1947 yang disebut sebagai Kitab Undang-undang Hukum Disiplin Tentara (KUHDT) terdapat ketentuan-ketentuan yang dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ketatanegaraan dan perkembangan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sehingga perlu diubah dan disempurnakan seperti mengenai dasar filosofis, politis, sosiologis, jenis hukuman, pelaksanaan hukuman, dan pengajuan keberatan.
Dalam Undang-undang ini tidak dikenal lagi sebutan hukuman pokok dan hukuman tambahan.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Cukup jelas
Angka 7
Cukup jelas
Angka 8
Cukup jelas
Angka 9
Cukup jelas
Angka 10
Cukup jelas
Angka 11
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan tunduk pada hukum yang berlaku bagi prajurit antara lain :
1) Prajurit Siswa;
2) Militer Tituler;
3) Mobilisan pada waktu negara dalam keadaan bahaya.
Ayat (2)
Bagi prajurit yang sedang menjalani penahanan, pidana penjara, kurungan, dan tutupan, berlaku ketentuan tata tertib tempat menjalani penahanan atau tempat menjalani pidana karena sejak prajurit yang bersangkutan diserahkan ke tempat menjalani penahanan atau tempat menjalani pidana, pembinaan disiplinnya diserahkan sementara dari Atasan atau Ankum kepada kepala lembaga tempat menjalani penahanan atau kepala lembaga tempat menjalani pidana sampai masa penahanan atau masa pidananya selesai dijalani.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Peraturan disiplin dan ketentuan-ketentuan tata tertib prajurit tertuang dalam berbagai bentuk seperti keputusan, instruksi, surat keputusan, petunjuk, peraturan, dan surat telegram.
Contoh :
a. Peraturan Penghormatan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;
b. Peraturan Baris Berbaris;
c. Peraturan Dinas Garnisun;
d. Peraturan Urusan Dinas Dalam;
e. Tata Upacara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;
f. Peraturan Seragam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan sedemikian ringan sifatnya adalah :
a. tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau kurungan paling lama 6 (enam ) bulan atau denda paling tinggi Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah);
b. perkara sederhana dan mudah pembuktiannya; dan
c. tindak pidana yang terjadi tidak akan mengakibatkan terganggunya kepentingan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan/atau kepentingan umum.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan :
a. Perwira Penyerah Perkara adalah Perwira yang oleh atau atas dasar undang-undang mempunyai wewenang untuk menentukan suatu perkara pidana yang dilakukan oleh prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang berada di bawah wewenang komandonya diserahkan kepada atau diselesaikan di luar Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer atau Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.
b. Oditurat adalah Badan di lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang terdiri dari Oditurat Militer, Oditurat Militer Tinggi, Oditurat Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Oditurat Militer Pertempuran yang melakukan kekuasaan pemerintahan negara di bidang penuntutan dan penyidikan berdasarkan pelimpahan dari Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Jenis dan berat ringannya hukuman yang akan dijatuhkan diserahkan penilaiannya kepada Ankum dalam rangka mencapai sasaran pembinaan.
Pasal 7
Ayat (1)
Atasan adalah setiap prajurit yang karena pangkat dan/atau jabatannya berkedudukan lebih tinggi daripada prajurit yang lain.
Yang dimaksud dengan karena pangkatnya berkedudukan lebih tinggi :
a. dalam hal pangkatnya sama, maka kedudukannya ditinjau dari lamanya menyandang pangkat;
b. dalam hal pangkatnya sama, lamanya menyandang pangkat sama, maka kedudukannya ditinjau dari lamanya memangku jabatan setingkat;
c. dalam hal pangkatnya sama, lamanya menyandang pangkat sama, lamanya memangku jabatan setingkat sama, maka kedudukannya ditinjau dari lamanya menjadi prajurit;
d. dalam hal pangkatnya sama, lamanya menyandang pangkat sama, lamanya memangku jabatan setingkat sama, lamanya menjadi prajurit sama, maka kedudukannya ditinjau dari usianya.
Yang dimaksud dengan karena jabatannya berkedudukan lebih tinggi adalah jabatan yang sesuai dengan tingkat jabatan berdasarkan struktur organisasi atau berdasarkan penunjukan lebih tinggi daripada yang lain.
Tindakan disiplin pada prinsipnya merupakan tindakan yang bersifat mendidik, meliputi teguran sebagai celaan dan/atau tindakan fisik yang tidak membahayakan kesehatan.
Ayat (2)
Tindakan fisik, antara lain, push up dan lari keliling lapangan.
Pelanggaran hukum disiplin yang dapat diselesaikan dengan tindakan disiplin, antara lain, terlambat apel, rambut gondrong, dan pakaian kotor.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan negara dalam keadaan bahaya adalah keadaan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Keadaan Bahaya yang berlaku.
Huruf b
Yang dimaksud dengan kegiatan operasi militer adalah pelaksanaan tugas pokok satuan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia baik strategis maupun taktis, pelayanan, latihan, dan administratif. Termasuk dalam pengertian kegiatan operasi militer adalah pelaksanaan tugas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sesuai dengan rencana operasi.
Contoh :
1) Awak kapal perang yang sedang berlayar;
2) Awak pesawat terbang perang yang sedang di luar pangkalan;
3) Operasi khusus yang dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Termasuk hal-hal yang akan diatur oleh Panglima antara lain prajurit Bawah Kendali Operasi (BKO), Bawah Perintah (BP), Bantuan Umum (BU), dan Karyawan ABRI.
Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud wewenang komando adalah wewenang memberi perintah baik di pasukan maupun di staf. Wewenang komando diberikan kepada seorang Perwira untuk memimpin, mengkoordinasikan, dan mengendalikan satuan. Wewenang komando meliputi Komando Operasi dan/atau Komando Pembinaan.
Ayat (2)
Dalam hal Ankum berwenang terbatas akan menjatuhkan hukuman disiplin penahanan berat terhadap Perwira yang berada di bawah wewenang komandonya, maka diajukan kepada Ankum Atasan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Penundaan pelaksanaan hukuman didasarkan pada kepentingan dinas atau kepentingan prajurit yangbersangkutan.
Ayat (2)
Dalam melaksanakan kewenangan memeriksa dan memutus pengajuan keberatan, termasuk pula membuat pertimbangan dan menentukan jenis hukumannya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 13
Huruf a
Untuk kepentingan pemeriksaan, apabila dipandang perlu dapat dilakukan penahanan dengan ketentuan tidak melebihi ancaman hukuman.
Huruf b
Penjatuhan hukuman disiplin termasuk pula kegiatan persidangan sampai dengan pelaksanaan hukuman.
Huruf c
Yang dicatat dalam Buku Hukuman, antara lain:
1) nomor dan tanggal Surat Keputusan penjatuhan hukuman;
2) jenis hukuman yang dijatuhkan;
3) ada tidaknya pengajuan keberatan;
4) keputusan terhadap pengajuan keberatan.
Pasal 14
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan pejabat lain yang berwenang untuk itu adalah Provos Angkatan dan/atau Provos Polri.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan meminta keterangan adalah meminta keterangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 16
Ayat (1)
Dalam mendapatkan keterangan pemeriksa tidak boleh menggunakan paksaan.
Berita Acara Pemeriksaan pelanggaran hukum disiplin prajurit harus ditandatangani oleh pemeriksa dan
yang diperiksa.
Ayat (2)
Berkas Perkara Disiplin berisi Berita Acara Pemeriksaan Disiplin dan dokumen lain yang berhubungan
dengan itu.
Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan segera dalam ayat ini adalah waktu yang wajar yang memungkinkan Ankum mengambil keputusan tanpa menghalangi pelaksanaan tugas pokoknya, dan tidak menunda-nunda pengambilan keputusan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 19
Setiap penjatuhan hukuman disiplin baik teguran maupun penahanan harus tertulis, hal ini dimaksudkan sebagai bukti hukuman dan sebagai dasar pencatatan dalam Buku Hukuman dan Buku Data Personel.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 21
Penentuan tempat penahanan disesuaikan dengan berat ringannya hukuman disiplin yang dijatuhkan.
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Catatan hukuman disiplin menjadi salah satu bahan pertimbangan pembinaan prajurit yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ankum yang menjatuhkan hukuman disiplin wajib memberitahukan kepada terhukum tentang haknya menggunakan penasihat dalam mengajukan keberatan terhadap keputusan penjatuhan hukuman disiplin tersebut. Dalam hal di kesatuan tidak ada perwira, dapat ditunjuk prajurit lainnya.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan segera pada ayat ini sesuai dengan Penjelasan Pasal 17 ayat (1).
Ayat (2)
Penolakan dituangkan dalam Surat Keputusan.
Ayat (3)
Pembatalan dituangkan dalam Surat Keputusan.
Ayat (4)
Perubahan tentang perumusan alasan, jenis dan/atau berat ringannya hukuman disiplin dituangkan dalam
Surat Keputusan, selanjutnya dicatat dalam Buku Hukuman dan Buku Data Personel.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 29
Panglima adalah Ankum tertinggi di lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, secara struktural tidak mempunyai Ankum Atasan.
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Penyerahan berkas perkara beserta semua surat yang berhubungan dari Pengadilan di lingkungan Peradilan Militer kepada Ankum dilaksanakan melalui Papera.
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan perkara-perkara lainnya antara lain perkara perdata, tata usaha dan perbendaharaan negara.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 33
Yang dimaksud dengan dianggap sebagai dinas dalam Pasal ini adalah bahwa pelaksanaan hukuman disiplin tidak mengurangi hak dan kewajiban serta masa pengabdiannya sebagai prajurit.
Pasal 34
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pelanggaran hukum disiplin prajurit yang berat adalah perbuatan-perbuatan yang dapat menimbulkan keonaran dan/atau mengganggu tata tertib di lingkungan tempat perbuatan dilakukan. Penahanan yang dilakukan oleh Perwira tersebut dimaksudkan untuk mencegah dan/atau menghentikan sementara keonaran dan gangguan ketertiban.
Dalam hal tidak terdapat Perwira, penahanan dapat dilakukan oleh setiap atasan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan berulang-ulang pada ayat ini adalah lebih dari 3 (tiga) kali pada pangkat yang sama. Khusus untuk Perwira pemberhentian tidak dengan hormat dilaksanakan melalui Dewan Kehormatan Perwira.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3703
Kutipan : MEDIA ELEKTRONIK SEKRETARIAT NEGARA TAHUN 1997

Tidak ada komentar:

Posting Komentar